Sabtu, 20 Desember 2008

Pendidikan Gratis???

Pendidikan Dasar Gratis Sudah Saatnya Diberlakukan SUDAH lebih dari dua puluh tahun, tepatnya sejak tahun 1984, pemerintah mendengungkan kampanye wajib belajar. Melihat pengalaman negara industri baru (new emerging industrialized countries) di Asia Timur, disadari pembangunan suatu bangsa memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai untuk mendukung pembangunan. TERLEBIH lagi, pembangunan masyarakat demokratis mensyaratkan manusia Indonesia yang cerdas. Selain itu, era global abad ke-21, yang antara lain ditandai oleh lahirnya knowledge base society atau masyarakat berbasis pengetahuan, menuntut penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Hanya saja, meskipun sudah jauh-jauh hari mengampanyekan wajib belajar-mulai dari wajib belajar enam tahun hingga sembilan tahun-masih belum jelas apakah Indonesia melaksanakan wajib belajar (compulsory education) atau universal education yang berarti pendidikan dapat dinikmati oleh semua anak di semua tempat. Dua konsep tersebut berbeda dan hal ini jelas tertuang dalam keputusan internasional, yakni Declaration on Education for All di Jomtien, Thailand, tahun 1990, yang menegaskan compulsory education bukan universal education. Wajib belajar terutama berimplikasi terhadap pembebasan biaya pendidikan sebagai bentuk tanggung jawab negara. Di berbagai negara yang mewajibkan warganya menempuh pendidikan dasar sembilan tahun, semua rintangan yang menghalangi anak menempuh pendidikan bermutu dihilangkan. Termasuk dalam hal pendanaan pendidikan. Di China pemerintah menggratiskan pendidikan dasar dan memberikan subsidi bagi siswa yang keluarganya mempunyai masalah ekonomi. Pengalaman negara lain pun hampir serupa. Di India wajib belajar berimplikasi juga pada pembebasan biaya pendidikan dasar. Bahkan, di negara yang baru keluar dari konflik dan kemiskinan masih mencengkeram seperti Kamboja, pendidikan dasar digratiskan dan disertai dengan upaya peningkatan mutu, khususnya dari segi tenaga pendidik. Selain itu, dibutuhkan kekuatan hukum mengikat untuk mengimplementasikan wajib belajar. China, misalnya, membagi hukum wajib belajar sembilan tahun menjadi tiga kategori: perkotaan dan daerah maju, pedesaan, dan daerah miskin perkotaan. Target pencapaiannya berbeda-beda. Sebagai bentuk komitmen terhadap wajib belajar dikeluarkan pula pernyataan pada Januari 1986, yang menyatakan ilegal mempekerjakan anak sebelum selesai wajib belajar sembilan tahun. Negara super power seperti Amerika Serikat dalam masa perang dingin, sekitar tahun 1981, sempat khawatir dengan ketertinggalan pendidikannya sehingga muncullah laporan A Nation at Risk. Laporan tersebut mengatakan bahwa yang menyebabkan ketertinggalan Amerika dalam persaingan global antara lain karena buruknya pendidikan. Dua puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 2003, pandangan yang muncul pada tahun 1983 itu perlu dievaluasi. Apakah benar bahwa saat itu AS dalam bahaya dan berisiko? Dengan kemenangan AS dalam perang dingin memang tidak semua laporan itu benar. Namun, pandangan tersebut juga menyajikan kenyataan pahit, yakni dengan status sebagai negara adidaya ternyata masih banyak anak di AS yang drop out dari sekolah. AS kemudian menganggap perlu peraturan dalam melaksanakan wajib belajar sehingga lahir undang-undang yang terkenal dengan sebutan "No Child Left Behind". Dengan undang-undang ini, berbagai jenis pendidikan, mulai dari sekolah yang diadakan oleh keluarga di rumah hingga etnis minoritas, ditanggung negara.

0 komentar: