Selasa, 06 Januari 2009

Ponsel Baru dari Nokia

Nokia baru saja menambah jajaran XpressMusic-nya dengan memperkenalkan Nokia 5800 XpressMusic sebagai ponsel XpressMusic seri ke sembilan. Pada ponsel terbarunya ini, Nokia mengedepankan fitur layar sentuh berukuran 3,2 inci dan Nokia Contacts Bar, sebuah fitur yang mirip dengan feed RSS digital.   "Dengan mengadopsi teknologi layar sentuh pada S60, sistem operasi terkemuka untuk ponsel pintar, kami benar-benar menambah nilai pada 5800 XpressMusic, seperti Contacts Bar, Media Bar, dan shortcut ke sejumlah aplikasi," kata Goh Doh Hau, Head To Go Market Nokia Indonesia, di sela-sela peluncuran Nokia 5800 XpressMusic di Jakarta, Kamis 27 November 2008.   Media Bar merupakan menu drag and drop yang menyediakan akses langsung ke musik dan hiburan, termasuk lagu, video, dan foto. Tak hanya itu, fitur ini juga menyediakan link langsung ke Web dan situs sharing online.   Sementara Contacts Bar memungkinkan konsumen untuk menandai empat kontak favorit di layar mereka. Dan, melalui satu sentuhan, pengguna dapat melihat sejarah pesan teks, e-mail, catatan ponsel, foto, dan update blog.   Di samping itu, memperkuat karakter ponsel musiknya, Nokia juga membenamkan graphic equalizer, disertai peranti keras memori 8GB dengan kapasitas maksimal 6.000 lagu berformat MP3, M4A, WMA, AAC and eAAC+.   "Tak hanya itu, user juga dapat menikmati musik hingga 10 jam lamanya," ucap Goh.   Sedangkan untuk konektivitas, selain mendukung konektivitas 3.5G, vendor yang masih menguasai 38 persen pangsa pasar ponsel di dunia itu juga mengadopsi Bluetooth dan konektor USB 2.0. Sayangnya, ponsel yang digelontorkan dua versi, untuk jaringan GSM dan CDMA ini, tidak dilengkapi fitur Wi-Fi.   Perlu diketahui, pangsa pasar Nokia secara global menurun dua persen, dari 40 persen pada kuartal tiga 2007, menjadi 38 persen pada periode yang sama tahun ini. Tetapi, Regina Hutama, Corporate Comunication Manager Nokia Indonesia berkilah hal tersebut biasa saja.   "Hanya sekedar penyesuaian pasar (market adjustment). Kami tetap optimistis sambut 2009 mendatang," ucapnya di tempat yang sama.

Anak - anak Belajar di Bawah Pohon

PEKANBARU, JUMAT--Anak-anak suku Sakai yang bermukim di Dusun Bukit Keramat, Desa Minas Asal, Kecamatan Minas Barat, Kabupaten Siak, Riau, terpaksa belajar di bawah pohon sawit karena kondisi sekolah mereka tidak memadai. "Ruangan sekolah tidak cukup menampung siswa sehingga mereka terpaksa belajar di bawah pohon sawit," ujar seorang guru SD Marginal Minas Don Hefrimon kepada Antara di Pekanbaru, Rabu. Ia bersama rekannya Afrizal dan Ketua RT 05 Minas Asal Khaidir mendatangi Kantor Perum LKBN ANTARA Biro Riau di Pekanbaru untuk menyampaikan keinginan warga asli Riau itu memiliki gedung sekolah baru. "Kami tidak tahu mau mengadu kemana. Kasihan anak-anak tidak ada tempat sekolah yang layak. Dulu kami dijanji pemerintah akan membangun gedung sekolah baru tapi sampai sekarang tidak juga ada," katanya. Menurut Don, di perkampungan suku asli itu terdapat sebuah sekolah darurat yang dibangun masyarakat secara swadaya. Bangunannya amat sederhana, berlantai tanah beratap daun rumbia tanpa dinding. Namun bangunan seluas 5x6 meter yang terbagi atas dua ruangan itu pada Oktober 2007, sehari sebelum bulan puasa, rubuh diterpa angin kencang. Sekolah sederhana itu kemudian dibangun lagi dengan bantuan dana dari H. Wan Abu Bakar yang ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Riau, saat ia datang ke lokasi tersebut pada bulan puasa 2007. "Dana dari Pak Wan kami gunakan bangun sekolah baru walau amat sederhana, tapi bisalah sekolah kami berdinding kayu dan tahan tiupan angin," kata Don. Menurut dia, saat ini terdapat 68 siswa yang belajar di kelas satu sampai kelas lima. Karena sekolah darurat itu hanya memiliki dua ruangan, jam belajar anak-anak tiap kelas terpaksa digilir. Kelas satu sampai kelas tiga belajar dari pukul 07.30 hingga 11.00 WIB dan selanjutnya untuk anak kelas empat dan lima mulai pukul 11.00 hingga pukul 14.00 WIB. Don yang merupakan guru yang merintis sekolah swadaya itu mengatakan, walau masuk pada siang hari tapi anak-anak kelas empat dan lima tetap datang pagi hari karena jarak tempat tinggal mereka ada juga yang jauh dari lokasi sekolah. Akibatnya, lanjut dia, anak-anak yang menunggu sejak pagi hingga siang untuk belajar menjadi tak bersemangat karena mereka keburu lapar saat akan mulai pelajaran pada siang hari. "Maklum saja, di sekolah kami tidak ada kantin ataupun orang yang berjualan, jadi anak-anak kelaparan saat akan mulai belajar pada siang hari," kata Don. Itu sebabnya, lanjut dia, para guru yang mengajar terpaksa memanfaatkan lokasi sekitar sekolah untuk mengajar anak-anak meski di bawah pohon sawit. "Akhirnya proses belajar anak-anak kelas tinggi terpaksa dilakukan pada pagi hari hingga berakhir pada siang hari di sela-sela pepohonan sawit," katanya. Sekolah tempat ia mengajar sejak dibangun lima tahun lalu kemudian dijadikan SD Marginal yang dibina Dinas Pendidikan Riau dan merupakan kelas jauh dari SDN 011 Minas Barat. Sementara itu, Ketua RT 05 Minas Asal Khaidir mengemukakan, pada 2007 sebuah gedung sekolah baru dijanjikan dibangun di perkampungan suku asli Riau itu namun hingga kini tidak terwujud sedangkan masyarakat telah menyediakan lahan bangunan sekolah. "Kami masyarakat Sakai ini selalu ’makan janji’. Kami ingin anak-anak kami belajar mendapatkan ilmu agar mereka pandai baca tulis. Cukup kami orang tua yang bodoh jangan lagi anak-anak," ujar Khaidir yang juga tokoh masyarakat Sakai Minas Asal. Dusun Minas Asal merupakan perkampungan pertama masyarakat Sakai. Di dusun tersebut selain terdapat sungai Minas sebagai bukti sejarah keberadaan mereka juga makam-makam tua suku Sakai. Perkampungan masyarakat Sakai ini (sekitar 90 kilometer arah utara Pekanbaru) dikelilingi perusahaan besar dan berada di tengah Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi serta lokasi pertambangan minyak PT Chevron Pasific Indonesia. Untuk mencapai perkampungan masyarakat yang masih terkebelakang ini dapat ditempuh melalui jalan lintas Minas-Duri di kilometer 36. Jalan masuk menuju dusun Minas Asal disamping tugu pompa minyak bersejarah Minas. Dengan menyusuri jalan tanah yang buruk sejauh 35 kilometer dari jalan lintas Minas, perkampungan dengan rumah panggung khas suku Sakai dapat ditemukan. Sekitar 300 kepala keluarga Sakai di daerah itu mengantungkan hidup sebagai buruh tani.